Objek Wisata Huta Siallagan Samosir – Kursi Batu Persidangan – Huta Siallagan atau Kampung Siallagan, dimana secara geografis terletak di Desa Ambarita, Kecamatan Simanindo, Pulau Samosir, Sumatera Utara.
Berlokasi dekat dengan Danau Toba tentu menyuguhkan pemandangan yang tak biasa sehingga sangat wajar desa ini banyak dikunjungi wisatawan baik lokal maupun mancanegara.
Menurut sejarahnya, perkampungan ini dibangun pada masa pemerintahan Huta Pertama yaitu Raja Laga Siallagan.
Seperti halnya sebuah kampung di daerah Tanah Batak yang terdiri dari ruma bolon dan sopo, maka Huta Siallagan juga menyuguhkan hal yang sama.
Bedanya, ada deretan batu batu yang berbentuk kursi serta memiliki formasi melingkar dimana pada bagian tengahnya terdapat meja batu.
Sejarah Kursi Batu Persidangan Huta Siallagan Samosir
Deretan batu inilah yang disebut dengan Kursi Batu Persidangan yang memang sesuai dengan namanya yaitu untuk mengadili para penjahat seperti pencuri, pembunuhan, pemerkosa, mereka yang melanggar adat hingga musuh potik sang raja.
Adapun proses persidangan diawali dengan cara melihat hari baik yang dilakukan oleh Raja Siallagan dengan menggunakan kalender Batak.
Tak hanya Raja, para tetua adat yang dipercaya mumpuni dan memiliki pengaruh juga turut dalam persidangan guna mengusulkan jenis hukuman apa yang nantinya diberikan sesuai dengan kesalahan yang dilakukan.
Batu Persidangan atau Kursi Persidangan ini diperkirakan berusia lebih dari 200 tahun termasuk 8 unit rumah adat Batak yang berada di sekelilingnya.
Adapun tempat Kursi Persidangan ini berada tepat didepan salah satu rumah adat tersebut.
Bagi wisatawan yang sudah berkunjung atau membaca referensi dari berbagai sumber menyebut Huta Siallagan adalah kampung yang terkenal dengan tradisi memakan manusia.
Namun, raja serta masyarakat dulunya tak asal makan manusia saja tapi memiliki alasan tersendiri.
Dulu, mereka yang melakukan kejahatan akan dikenakan hukum adat sesuai dengan kadar kesalahan yang dilakukan. Pilihan hukuman itu sendiri ada dua yaitu hukum pancung atau hukum pasung.
Mereka yang mendapatkan hukuman pancung, maka si ‘pesakitan’ akan dipasung terlebih dahulu di salah satu bolon sampai hari eksekusi tiba.
Jika masanya sudah tiba, maka lokasi eksekusi menjadi tujuan akhir yaitu terdapat meja batu yang merupakan lokasi penyiksaan hingga pemenggalan kepala.
Proses ekseskusi ini sendiri dimulai dengan cara memukul kepala kemudian menyayat kulit si terdakwa. Jika ternyata tidak berdarah atau mati, maka dipercaya ia memiliki ilmu sehingga harus dihilangkan terlebih dahulu.
Caranya, dengan menggunakan irisan jeruk nipis yang dilumuri pada bagian kulit yang disayat.
Selanjutnya adalah pemenggalan kepala dimana seorang algojo sudah menunggu disana.
Disini, algojo yang mampu memisahkan kepada dan badan terdakwa dengan sekali tebas akan semakin mendapatkan kepercayaan dan namanya menjadi terkenal.
Nah, kepala yang sudah terpisah dari tubuh ini akan digantung di depan desa sebagai bukti bahwa sudah terjadi eksekusi sehingga warga atau musuh yang mendengarnya akan takut.
Sementara, tubuhnya akan dimasak dalam beberapa bagian dan dimakan secara bersama sama namun khusus organ tubuh bagian dalam akan dimakan oleh Raja.
Dipercaya, jika mereka yang memakannya akan memiliki ilmu yang terdapat pada terdakwa tersebut.
Tertarik untuk melihat dan menyaksikan sejarah adat Batak ini?
Anda bisa menggunakan layanan atau biro perjalanan yang sudah berpengalaman apalagi kalau bukan Toba Muslim Tour.
Bagi mereka yang muslim, agen perjalanan ini akan memberikan kenyamanan selama perjalanan termasuk tempat kuliner yang tidak hanya enak akan tetapi halal.
Hal ini penting mengingat daerah wisata yang dikunjungi adalah mayoritas non muslim.